Saturday 24 October 2015

Waspadai Tipuan Angan dan Muslihat Setan



Kesuksesan perjalanan menuju Allah akan mencapai finisnya di jannah yang istimewa. Kebahagiaan abadi dan kenikmatan yang tak pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan belum pernah terdetik dalam dati manusia. Itulah perniagaan Allah yang disediakan bagi siapapumn yang berani membayar harganya. Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda:

أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ غَا لِيَةَ  أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ الْخَنَّةَ
    “Ketahuilah bahwa perniagaan Allah itu mahal, ketahuilah bahwa perniagaan Allah itu adalah jannah,” ( HR Tirmidzi, dishohehkan oleh Al Albani)

    Tak ada hasil yang istimewa yang ditempuh dengan cara berleha-leha. Tak ada cirta-cita besar melainkan harus diraih setelah menaklukkan bnyak rintangan dan tantangan. Begitu pula perjalanan menuju Allah, rintangan senantiasa terpampang dihadapan. Gangguan dan godaan bertebaran sepanjang jalan. Dan musuh cita-cita selalu mengintai dan menjegal para pejalan. Maka, bagi orang yang menenpuh jalan Allah terus memiliki kepekaan dan kewaspadaan terhadap segala rintangan perjalanan. Atau yang diistilahkan dengan ‘hadzar’ , waspada.

Bahaya Tipuan Angan
    Tak selalunya rintangan dan musuh perjalanan itu berasal dari luar. Musuh berbahaya dan yang pertama kali layak diwaspadai justru ada pada diri manusia itu sendiri, yakni nafsu. Karena keinginan nafsu umumnya berkebalikan dengan cita-cita mulia. Nafsu ingin berleha-leha, sedangkan cita-cita mengharuskan kerja keras dan segera. Nafsu menyukai kelezatan dan kenikmatan instan, padahal cita-cita hanya bisa diraih oleh orang yang mampu menunda kenikmatan dan menangguhkannya.

    Nafsu yang  cenderung ingin sesegera mungkin mengenyam nikmat yang segera, menyebabkan ia lupa arah dan tujuan perjalanan atau menunda keberangkatan. Anganpun melayang , seakan tak ada batas waktu baginya untuk berjalan mencapai tujuan perjalanan. Akhirnya ia menunda dan memperlambat perjalanan demi merasakan rehat atau mengenyam sedikit kenikmatan. Padahal , makin lama ia rahat dan berpangku tangan, akan terasa makin berat perjalanan. Semakin lama sesseorang menunda taubat atau amal kebaikan , makin sulit baginya untuk memulai dan mewujudkannya. Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin  memberikan perumpamaan yang bagus dalam hal ini.

    “Perumpamaan orang yang menunda taubat itu seperti orang yang ingin mencabut suatu tanaman, namun terbayang olehnya bahwa untuk mencabutnya harus mengerahkan tenaga ekstra. Dia kemudian mengatakan ,”Saya akan menangguhkannya sampai tahun depan, dan saya akan kembali untik mencabutnya. Dia tidak sadar bahwa satu tahun berjalan, maka pohon itu semakin kuat, sementara dirinya makin bertambah umurnya, makin lemah kekuatannya.”

 
   Begitulah kebanyakan manusia menunda taubat, menangguhkan ibadah, melewatkan peluang hingga habislah batas umurnya. Lalu tiba-tiba ia harus meninggalkan dunia ini dengan tangan hampa. Hingga menanggung penyesalan yang dalam. Allah berfirman:

    ”…dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” ( QS Al Kahfi:28).

Seorang tabi’in , Al Jaiza Aus bin Abdillah Al-Bashri menafsirkan bahwa maksud melewati batas adalah menunda-nunda.

    Kiranya benar apa yang disebutkan oleh Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam sebuah ceramahnya, “Andai saja orang mati bisa bicara, tentu mereka akan berkata, “Aku binasa karena huruf ‘sin’ dan kata ‘saufa’” . huruf sin ketika mengawali kata kerja mudhari’ maknanya adalah ‘akan’ yang berkonotasi penundaan sejenak. Sedangkan kata saufa  berarti ‘kelak’, untuk menunjukkan penundaan pekerjaan lebih lama. Begitulah adanya, banyak orang yang gagal beramal, terlambat untuk bertaubat dan kehilangan peluang kebaikan karena suka menunda.

    Selain suka menunda, tabiat nafsu juga mudah tergiur oleh keindahan dan kelezatan. Gemerlap dunia beserta hiasannya berpeluang  besar membuat nafsu tergiur untuk mengejar dan mengenyam sebanyak-banyaknya. Hingga ia berangan-angan untuk mendapatkan segalanya,  dan ia lupa bahwa semua yang  ada di dunia tak setara dengan satu sayap nyamuk bila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat, baik dari sisi peringkat maupun masanya. Atau senilai kadar  air yang menempel dijari-jari setelah dicelupkan ke samudra dibandingkan keseluruhan air di samudra.

    Dari secuil kenikmatan dunia itupun , hanya bagian sangat kecil yang mampu diraih manusia. Sebagian besarnya lagi hanya sebatas angan-angan kosong yang tak mampu diraihnya. Ia mengerahkan segala kemampuannya untuk sesuatu yang tak bisa diraihnya. Ibnu al-Jauzi rahimakumullah dalam kitabnya ‘Bustanul Wai’izhin wa Byadhussami’in’ menyebutkan sebuah kisah yang patut diambil pelajaran.

    Alkisah ,   ada seorang lelaki shalih bermimpi, dalam mimpinya itu ia melihat seseorang dalam hutan. Lelaki itu sedang berusaha mengejar rusa yang berlari semakin kencang dan dibelakang lelaki itu ada seekor singa yang sangat besar sedang mengejar dirinya. Ketika lelaki itu hamper saja berhasil mengejar rusa itu , tiba-tiba singa besar lebih dahulu memangsa lelaki itu. Rusa itupu terhenti sembari melihat kea rah lelaki yang terbunuh itu. Kemudian menyusul lagi orang lain yang mengejarnya , namun ia mati terbunuh oleh singa sebelum ia berhasil mengejar rusa. Lalu menyusui lagi orang lain, dan akhirnya mengalami hal yang sama, terbunuh sebelum mengejar rusa. Aku masih saja melihat dalam mimpi itu hingga terjadi 100 orang yang mengalami nasib yang sama. Akupun berkata , kejadia n yang sungguh menakjub kan.

    Apanya yang menakjubkan? Atau taukah kamu siapa aku dan siapa rusa itu? Tanya singa itu, “Aku tak tahu” jawabku. “ Aku adalah malakul maut, sedangkan rusa itu adalah dinia, sedang para korban itu adalah orang-orang yang hendak mengejar dunia. Aku membunuh mereka satu persatu, hingga orang yang terakhir dari mereka.”

    Ketika manusia sedang asyik memimpikan rumah yang luas, kendaraan yang bagus,dan keuntungan yang melimpah, tiba-tiba ia sudah dampai pada garis yang lebih dekat (ajalnya). Sebagaimana biasa, ajal dating secara tiba-tiba tanpa permisi.

Alankah ruginya ia, gagal mengejar sesuatu yang fana, luput pula darinya kenuikmatan sempurna yang kekal selamanya.

Waspadai Muslihat Setan
    Musuh nyata yang berasal dari luar adalah setan. Dengan egas Allah menyebutnya sebagai ‘adawwun mubin’, musuh yang nyata. Setan tidak menyukai jika para pemburu surga makin dekat dengan  garis finish. Setan tidak ingin tinggal di neraka sendirian, maka ia berusaha membuat jebakan dan memasang rintangan-rintangan.

    Jangan lupa, bahwa setan memiliki waktu kerja fulltime untuk menggoda ,  Setan tidak tidur maupun rehat, sedangkan kita banyak tidur dan berleha-leha. Kita tidak bisa melihat dan memantau kegiatan setan. Sedangkan setan melihat kegiatan dan aktifitas kita.  Dia tidak pernah melupakan, tidak pula melepaskan manusia, sedangkn kita sering melupakannya. Dan setan bisa bersemayam dalam diri manusia dan tidak sebaliknya. Keadaanya seperti yang disebutkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz  dalam lantunan doanya.

    “Wahai Rabbi, engkau telah menguasakan musuh atas diriku. Engkau jadikan dadaku sebagai tempat tinggalnya, engkau jadikan aliran darahku sebagai jalannya. Jika aku ingin berbuat maksiat dia memberanikanku. Jika aku ingin berbuat ketaatan ia memperlambat langkahku. Dia tidak lalai saat aku lalai . dia tidak lupa saat aku lupa. Dia memasang jerat syahwat dan menyuguhkan syubhat kepadaku. Dan jika Engkau wahai Rabbku, tidak menjauhkan tipu dayanya dariku maka ia akan menggelincirkan. Yaa Allah tundukkanlah kekuatannya untukku dengan kekuasaanMu atas dirinya , sehingga ia menyingkir dengan banyaknya dzikirku kepadaMu sehingga aku termasuk orang-orang yang terjaga dari kejahatan setan.” (Sirah Umar bin Abdul Aziz oleh Ibnu Adul Hakam).

    Meskipun nyata dan jelas posisi setan sebagai musuh, namun cara memusuhi manusia bersifat tersembunyi dan samar. Musuh ini memasang ranjau disepanjang jalan menuju jannah . ia juga akan menghiasi tepi-tepi jurang kebinasaan dengan aneka asesoris yang menggiurkan. Pintu-pintu masuk menuju persimpangan jalan dipersolek untuk menarik perhatian. Inilah yang disebut dengan ‘tazyin’, menghias dosa dan keburukan dengan kemasan menarik. Ini menjadi jurus pakem setan sebelum melakukan ighwa’(godaan). Ini sebagaimana pengakuannya sendiri,

    “Iblis berkata, ‘Wahai rabbku oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) dimuka bumi (tazyin), dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (ighwa’).” (QS al-Hijr: 39)

    Kemasan itu bisa pemberian label dosa dengan nama menarik, atau membungkus maksiat dengan kemasan islami, atau mencampur kemaksiatan dengan ketaatan. Faktanya , feeling manusia lebih tertarik dengan label dan kemasan daripada substansinya. Sebagaimana label dan kemasan dalam dunia pemasaran seringkali lebih menarik konsumen dari mutu produknya. Ambil contoh dua produk : ada minyak babi yang diberi merk ‘kelapa’ lebih menarik daripada minyak kelapa yang diberi merk ‘babi’.

    Seorang pemburu jannah senantiasa waspada, tidak mudah terkecoh oleh nama ataupun label. Karena hakekatnya ‘al-asma’ laa tughayyirul haqaa’iq’, nama itu tidak mengubah hakikat sesuatu. Maka tidak ada alat sensor yang mampu membedakan antara kebatilan yang telah dikemas tampak benar  dengan kebenaran yang sesungguhnya melainkan dengan ilmu. Yakni ilmu tentang hakekat kebenaran  dan strategi setan  menyesatkan manusia. Wallahu a’lam ( Abu Umr Abdullah- Arrisalah)

Thursday 15 October 2015

Makna 1 Muharram dan Hikmah Peristiwa Hijrah

Beberapa hikmah yang dapat kita petik dari Hijrahnya Nabi dan para syahabat dari Mekah ke Madinah saat itu adalah:

Pertama : peristiwa hijrah Rasulullah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Kedua: Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimism yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang sicontohkan oleh Rasulullah pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshor, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullah dan berkata “Wahai Rasulullah, saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa  hijrah telah berakhir” , Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah barat”.

Introseksi Diri atau Bermuhasabah
Dengan memasuki tahun hijriah, kita memasuki 1 muharram yang berarti kita meninggalkan tahun lalu, yakni tahun 1437 Hijriah. Penyambutan tahun baru ini tidak selayaknya seperti yang dilakukan oleh orang-orang non muslim saat merayakan tahun baru Masehi, tetapi merayakannya sesuai dengan yang dicontohkan Rosulullah sholallahu alaihi wasalam. Sekarang kita ,masih hidup, tetapi siapa tahu besok atau lusa atau minggu depan atau bulan depan atau taun depan kita akan mati. Sekarang kita masih dapat menikmati tahun baru Hijriah, tetapi siapa tahu tahun depan kita sudah tidak ada.

Berbahagialah bagi mereka yang memperoleh nikmat umur panjang dan mengisinya  dengan amalan-amalan yang baik dan perbuatan perbuatan yang bijak. Rosulullah bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalh orang yang panjang umurnya dan baik amalannya (HR Ahmad). Dalam menyambut tahun baru hijriah , sangat penting bagi kita untuk berkaca diri, menilai dan menimbang amalan-amalan yang telah kita perbuat , dan yang lebih penting lagi apakah amalan  amalan yang telah kita kerjakan itu sesuai dengan apa yang telah dilakukan rosulullah dan para sahabatnya, karena sebaik-baik generasi adalah generasi para sahabat. Penilaian ini bukan hanya untuk mengetahui seberapa besar perbuatan amal dan dosakita , agar tahun mendatang lebih  baik dari tahun ini .

Adalah satu riwayat yang  menceritakan tentang anak Umar bin Khatab  pulang dari sekolahnya sambil menghitung tambalan-tambalan yang melekat dibajunya yang sudah using dan jelek. Dengan rasa kasihan Umar sang Amirul Mukminin (Pemimpin Kaum Muslimin), sebagai  ayahnya  mengirim sepucuk surat kepada bendaharawan Negara, yang isinya minta agar belia diberi pinjaman uang sebanyak 4 dirham, dengan jaminan gajinya bulan depan supaya dipotong. Kemudian bendaharawan itu mengirim surat balasan yang isinya : “Wahai Umar, apakah engkau telah dapat memastikan bahwa engkau masih hidup sampai bulan depan?. Bagaimana kalau engkau mati sebelum melunasi hutangmu?”. Membaca balasan itu Umar tersungkur menangis, lalu beliau menasehati anaknya dan berkata: “Whai anakku, berangkatlah ke sekolah dengan baju usangmu itu sebagaimana biasanya, karena aku tak dapat memperhatikan umurku walaupun untuk satu jam” Sungguh batasan umur manusia taidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena keterbatasan tersebut, dank arena rahasia Allah subhanahu wa ta’ala semata, maka marilah kita pergunakan kesempatan hidup ini dengan meningkatkan taqwa kita kepadaNya dan menambah semangat beramal ibadah yang lebih banyak lagi.

Wednesday 7 October 2015

Keutamaan Puasa di Bulan Muharram


بسم الله الرحمن الرحيم
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله : ((أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل)) رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah bersabda: “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam”[1].


Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan[2].
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

– Puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’ (puasa pada tanggal 10 Muharram), karena Rasulullah melakukannya dan memerintahkan para sahabat untuk melakukannya[3], dan ketika beliau ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda: “Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu”[4].

– Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengkan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelishi orang-orang Yahudi dan Nashrani, karena Rasulullah ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau bersabda: “Kalau aku masih hidup tahun depan maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram (bersama 10 Muharram)[5]”.

– Adapun hadits “Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya”[6], maka hadits ini lemah sanadnya dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram[7].

– Sebagian ulama ada yang berpendapat dimakruhkannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi, tapi ulama lain membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya[8].

– Sebab Rasulullah memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram adalah karena pada hari itulah Allah I menyelamatkan nabi Musa dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka nabi Musa pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada-Nya, dan ketika Rasulullah mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka Beliau bersabda: “Kita lebih berhak (untuk mengikuti) nabi Musa dari pada mereka”[9]. Kemudian untuk menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, beliau menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram[10].

– Hadits ini juga menunjukkan bahwa shalat malam adalah shalat yang paling besar keutamaannya setelah shalat wajib yang lima waktu[11].

[1]HSR Muslim (no. 1163).
[2]Lihat keterangan syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam “Syarhu riyadhis shalihin” (3/341).
[3]Dalam HSR al-Bukhari (no. 1900) dan Muslim (1130).
[4]HSR Muslim (no. 1162).
[5]HSR Muslim (no. 1134).
[6]HR Ahmad (1/241), al-Baihaqi (no. 8189) dll, dalam sanadnya ada perawi yang bernama Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia sangat buruk hafalannya (lihat “Taqriibut tahdziib” hal. 493), oleh karena itu syaikh al-Albani menyatakan hadits ini lemah dalam “Dha’iful jaami'” (no. 3506).
[7]Lihat kitab “Bahjatun nazhirin” (2/385).
[8]Lihat keterangan syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam “as-Syarhul mumti'” (3/101-102).
[9]Semua ini disebutkan dalam HSR al-Bukhari (3216) dan Muslim (1130).
[10]Lihat keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam “Syarhu riyadhis shalihin” (3/412).
[11]Lihat kitab “Bahjatun nazhirin” (2/329).

sumber : manisnyaiman.com

Sunday 4 October 2015

BERTANGGUNG JAWAB ATAS NIKMAT

” Dan mengapa kamu tidak menginfakkan hartamu di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? Tidak sama orang yang menginfakkan diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan(Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang menginfakkan dan berperang setelah itu.” (QS Al Hadid 10)


    Banyak nikmat Allah Subhanallahu wata’ala kepada hambanya. Nikmat tanpa pernah kita sadari, nikmat tidak pernah bisa kita untuk membalas dengan cara apapun kecuali senantiasa puji syukur kita ucapkan tanpa henti.

    Sesungguhnya manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia berikan kepadanya dan untuk apa ia pergunakan nikmat-nikmat tersebut. Dalam sebuah hadist disebutkan : dari Ibny Umar R.A, dari Ibnu Mus”ud R.A, dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: ”Tidak akan bergeser kaki seorang anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabbnya hingga ia ditanya lima perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan kemana ia belanjakan dan apa yang telah dia kerjakan terhadap (ilmu) yang telah ia ketahui.” (shahih At Tirmidzi nomor 2416)

    Apapun yang kita lakukan dan apapun yang  diberikan oleh Allah kepada kita , semua itu kelak akan dipertimbangkan dan dipertanggungjawabkan, entah baik buruknya suatu hal yang kita lakukan, kita kerjakan ada nilai tersendiri yang akan lebih mengangkat nikmat kita, karena nikmat Allah tiada terhitung. Sesungguhnya setiap sesuatu memiliki penerang, dan penerang hati adalah mengingat keagungan Rabbnya.

    Seorang muslim dalam menjalani hidup ini berada antara nikmat Allah SWT yang wajib disyukuri, ujian Allah SWT yang wajib bersabar atasnya, dan dosa yang membutuhkan istighfar untuk menghapusnya. Sedangkan yang menghimpun dan memimpin ketiga-tiganya adalah dzikir kepada Allah SWT.

    Dzikir adalah pengikat nikmat, penghapus kemarahan, pencegah kegundahan, menghidupkan hati, menolak setan dan mendatangkan keridhaan Allah SWT. Dzikir juga merupakan ibadah yang paling mudah dan agung, amal yang paling bersih dan mulia.

    Akan tetapi berhati-hatilah pula terhadap kalian yang menjalankan nikmat dari Allah agar tidak salah menerima kenikmatan tersebut dengan cara bermegah-megahan. karenaAllah telah menetapkan surat At-Takasur tentang “Ancaman Allah terhadap orang-orang lalai dan bermegah-megahan.”

    Didunia ini  ada berbagai macam golongan dari kaum yang berkecukupan sampai yang paling serba kesederhanaan. Kenapa didunia ini terdapat pula banyak perbedaan , banyak orang yang mengeluh dengan keadaan, tak banyak pula yang mampu mensyukuri nikmat Allah. Ketika kita semua mendapati kenikmatan yang berlimpah ruah banyaknya, apa kita masih mampu mengingat Allah SWT, pernah terlintas sejenak dalam pikiran kita yang jernih dan tulus untuk membalas kebaikan Allah karena telah memberi kenikmatan terhadap kita. Tak sedikit pula diantara kita yang terbuai dalam kenikmatan penuh dengan bermagah-megahan.

    Banyak saudara kita jauh disana yang terbuai dalam nikmat yang salah untuk dipergunakan, kesehariannya hanya berjalan untuk , keseharian hanya berjalan untuk mengejar kesejahteraan hidup mereka  tanpa mempedulikan kewajibannya.

    Menjalani hari demi hari dengan serba ada sesuai yang kita inginkan serasa hidup kita tanpa masalah dan beban sama sekali. Tapi apa yang bisa kita berikan kepada Allah SWT untuk membalas semua nikmat yang akan kita pertanggungjawabkan nanti.

    Sebanyak apapun harta, tahta, kejayaan yang kalian miliki semua itu hanyalah milik Allah yang dititipkan terhadap kalian. Jangan pernah sekalipun mendustakan Allah hanya untuk menambah kenikmatan yang tidak sepantasnya. Maka perbanyaklah amal baik untuk mendapat ridlo dari Allah SWT.

    Segala sesuatu pada hakekatnya milik Allah maka janganlah kamu merasa berat menafkahkan harta dan rejekimu di jalan Allah SWT. Dalam surat Al Hadid ayat 10, Allah ta’ala telah menjelaskan “Dan mengapa kamu tidak menginfakkan hartamu di jalan Allah, padahal milik Allahlah semua pusaka langit dan bumi? Tidak sama orang yang menginfakkan ( hartanya di jalan Allah) diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan (mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya  dari pada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan.

    Lumrah adanya bahwa amal sesorang manusia itu sulit untuk mencapai derajat paling tinggi. Sesungguhnya, Allah selalu member nikmat-Nya yang berlimpah kepada kita. Meski demikian , tiada satupun yang mampu membalasnya dengan memenuhi hak-hakNya, Allah berfirman: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya;sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim:34).

    Diriwayatkan bahwa Allah memiliki para malaikat yang senantiasa sujud kepada-Nya sejak awal diciptakan. Saat kiamat tiba, para malaikat tersebut akan mengangkat kepala mereka sambil berkata, “Maha suci Engkau, sungguh kami belum mampu beribadah kepadaMu dengan sebagaimana mestinya an kami belum menghargaiMu sepantasnya.”

    Betapapun hebatnya seseorang dalam menjalankan ketaatan, tetap saja Allah mendahuluinya dengan nikmat yang tiada terhitung. Berapa banyak nikmat yang tidsak mampu disyukuri manusia. Kata-kata tidak akan sanggup mengucapkan semuanya. Berapa banyak pula nikmat yang tidak terlihat oleh manusia dan tidak disyukurinya. Semua materi didunia ini manjadi nikmat dari Allah bagi hamba-hambaNya, bagaimana mensyukuri nikmat Allah. Tiada seorangpun yang sanggup membalasnya setimpal dengan rasa syukur.

    Penciptaan manusia bahkan merupakan sebuah nikmat sehingga manusia bisa mendengar, melihat dan hidup. Semua itu adalah dengan anugerah Allah, tanpa manusia mampu menghargai dengan sepantasnya.
    Dan telah dijelaskan Allah  pada firmanNya:

وَمَاقَدَرُواالله َحَقَّ قَدْرِهِئ
"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.”
 
    Karena itu, penting sekali bagi seorang hamba untuk mendapatkan kasih sayang dari Allah sebagai tiket masuk surga.

    Allah SWT senantiasa  menganugerahkan kasih sayangnya kepada siapa saja dari hambaNya yang dikehendaki, hamba yang senantiasa dekat denganNya yaitu hak untuk memberi syafaat kepada orang-orang kurang amal ibadahnya unttuk meringankan beban hukuman mereka.

    Ya Allah, dengan bekal ilmu pengetahuan ini semoga amalan amalan engkau terima dan kami semua mendapat syafaat dariMu. Dan lindungilah kami beserta saudara-saudara kami agar tak tersesat atas amanah nikmat yang Engkau berikan kepada kami. Aamiin ..
Wallahu ta’ala a’lam

Friday 25 September 2015

QURBAN UNTUK DEWA ATAU KARENA ALLAH?


Dahulu kala dari zaman ke zaman, persembahan yang diperuntukkan sesuatu yang diagungkan selalu ada. Ada yang berqurban  buah-buahan atau hasil bumi , atau binatang sembelihan. Baik sembelihan binatang bahkan mengorbankan manusia. Beragam pula obyek yang diberi persembahan. Banyak kitab sejarah menyebutkan, Abdul mutalib, kakek Rasulullah SAW pernah bernadzar, jika diberi 10 anak laki-laki akan menyembelih salah satunya sebagai qurban. Lalu jatuhlah undian kepada Abdullah, yang pada akhirnya dialah ayah Rasulullah SAW. Mendengar hal itu kaum Quraisy mencegah Abdul Mutalib untuk melakukannya khawatir akan diikuti generasi berikutnya. Akhirnya Abdul Mutalib menebusnya dengan 100 ekor onta sebagai ganti.

Persembahan Ala Jahiliyah
    Menyembelih ternak untuk dipersembahkan kepada berhala juga tradisi Arab jahiliyah. Ketika menafsirkan firman Allah ‘Azza wa jalla:
    “(Dan dikharamkan bagimu memakan) yang disembelih untuk berhala.” (QS Al Maidah 3)
    Ibnu Katsier berkata, “Mujahid dan Ibnu Juraij menyatakan , “An-Nushubu(berhala-berhala) adalah bebatuan (yang disembah) disekitar Ka’bah. Menurut Ibnu Juraij berhala itu berjumlah 360 patung. Dahulu bangsa arab dimasa Jahiliyah melakukan penyembelihan binatang ternak disekelilingnya. Kemudian mereka memerciki patung yang menghadap Ka’bah dengan tetesandarah binatang sembelihan, dilanjutkan mengiris-iris daging dan meletakkannya diatas berhala itu.”

    Hal serupa terjadi juga di Indonesia, seperti sesaji. Pandangan masyarakat tentang sesajen yang terjadi di sekitar masyarakat, khususnya yang terjadi didalam masyarakat yang masih mengandung adat istiadat yang sangat kental. sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti : Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung mempersembahkan kepala kerbau (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia.

    Sekilas mungkin ada anggapan bahwa udhiyah atau qurban sembelihan adalah tradisi yang dicangkok dari nenek moyang, atau malah dari tradisi Arab jahiliyah. Padahal faktanya tidaklah demikian. Meskipun ada kemiripan antara keduanya, namun sama sekali tak bisa dikatakan bahwa udhiyah adalah hasil kreasi dari sesaji yang dilakukan orang-orang musyrik. Bahkan sebenarnya qurban berupa sembelihan aslinya merupakan ciri khas ibadah ahli tauhid, dan merupakan sunnah, Nabiyullah Ibrahim yang memiliki brand imam muwahhidin, imam ahli tauhid. Justru kemudian diselewengkan oleh orang-orang musyrik Arab. Dimana mereka melakukan sembelihan dengan cara mereka sendiri, dan yang paling fatal mereka persembahkan untuk berhala. Amru bin Luhay adalah orang pertama yang membawa berhala ketanah arab setelah tadinya bersih dari berhala sejak nabi Ibrahim. Seperti yang diberitakan Nabi Muhammad SAW.   “Aku melihat Amru bin Amir BIN Luhay al-Khuza’I  menyeret ususnya di neraka, dan dialah yang pertama kali melakukan persembahan dan penyembahan terhadap patung.” (HR. Bukhori).

Qurban, Syiar Pengagungan.
Bahkan ibadah qurban adalah sunnah para nabi-nabi terdahulu. Ia menjadi syi’ar pengagungan sepanjang zaman Allah berfirman.
“ (Yaitu) orang-orang Yahudi yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami qurban yang di makan api “. Katakanlah: “Sesungguhnya telah datang kepada kamu beberapa orang rasul sebelumku membawa keterangan-keterangan yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka kenapa kamu membunuh mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar”. (QS. Ali Imran: 183)

Ibnu Al-Jauzy dalam tafsirnya Zaadul Masir menyebutkan, Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini turun terkait dengan Ka’ab bin Asyraf, Malik bin Ash-Shaif, Huyai bin Akhthab dan segolongan orang Yahudi. Mereka mendatangi Rasulullah saw unntuk mengatakan,”Sesungguhnya Allah sudah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak mengimani seorang rasul, yakni tidak membenarkan siapapun yang mengaku rasul hingga ia bisa menunjukkan qurban (cara berqurban nabi persembahan) yang dimakan api”
Masih di sumber yang sama disebutkan, Ibnu Qutaibah berkata, “Makna ‘al-Qurban  adalah apa-apa yang dijadikan sebagai sarana taqorub (mendekatkan diri) kepada Allah, baik berupa sembelihan ataupun selainnya. Mereka meminta Nabi Muhammad SAW mendatangkan qurban karena hal itu merupakan  sunanul anbiya’ al-mutaqoddimin, jalannya para nabi terdahulu, sedangkan turunnya api dari langit sebagai pertanda diterimanya qurban.”

Bahwa kemudian Nabi tidak melakukannya, itu karena Allah Mahatahu, tata cara berqurban tersebut tidak membuat mereka beriman. Seperti yang telah kaum yahudi lakukan terhadap para nabi yang pernah melakukannya. Namun ayat ini menunjukkan, bahwa qurban adalah jalan para nabi-nabi terdahulu.
Jauh sebelum itu, di awal-awal adanya manusia telah juga ada syari’at qurban Allah telah mengabarkan kisah dua putra Nabi Adam yang mempersembahkan qurban dalam firmanNya, ”Ceritakanlah kepada mereka kedua putra Adam (Habil dan Qabil) ketika keduanya menyajukan persembahan. Persembahan salah satu dari mereka berdua (Habil) diterima dan yang lainnya (Qabil) tidak diterima. Ia (Qabil) berkata, “Aku pasti akan membunuhmu.” (Habil menjawab), “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al Maidah 27).

Syaikh as-Sa’di berkata, “Maksudnya, masing-masing dari keduanya mengeluarkan sesuatu dari harta miliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla.” Akan tetapi Allah menolak persembahan Qabil karena ia tidak ikhlas dalam mempersembahkannya. Al-khatib asy-Syarbani Rahimahumullah menerangkan makna ayat, “dan tidak siterima dari yang lain”, maksudnya adalah Qabil, karena persembahan yang dilakukannya tidak sesuai dengan ketentuan Allah azza wa jalla dan tidak ikhlas dalam persembahannya”.Karenanya, Allah memberikan penekanan di penghujung ayat di atas, bahwa Allah tidak menerima persembahan kecuali dasri orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana telah maklum bahwa diantara sifat paling menonjol orang-orang yang bertaqwa adalah ikhlas dalam beramal Karena Allah semata dan tunduk dengan syariatNya. Hal ini berlaku untuk segala bentuk persembahan dan ibadah kepada Allah.

Qurban adalah Ibadah yang diSyari’atkan.
    Begitupun dengan udhiyah yang merupakan qurban berupa sembelihan hewan, ini adalah salah satu bentuk ibadah. Wajib ditujukan kepada Allah dan qurban dijalani sesuai dengan syari’at nabi (Rasulullah) SAW, ibadah ini mendatangkan pahala yang besar. Sebaliknya segala bentuk sembelihan yang ditujukan untuk persembahan kepada selainNya dan diluar cara berqurban sesuai yang disyari’atkan niscaya membuahkan dosa dan malapetaka. Tata cara berqurban menurut sunnah nabi Muhammad SAW insyaAllah akan kita post dilain kesempatan
    Nabi Muhammad SAW bersabda,

وَلَعَنَ الله ُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِاللهِ
“Dan Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.” (HR. Muslim)

    Bahkan, hanya dengan qurban seekor lalat, cukup untuk masuk ke dalam neraka. Sebagaimana tersebut dalam sebuah riwayat, “ Dari Thariq bin Syihab,(beliau menceritakan) bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka(para sahabat) bertanya, ‘bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati daerah suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berqurban (memberikan sesaji/persembahan) sesuatu untuk berhala tersebut. Merekapun berkata kepada salah satu diantara dua lelaki tersebut, “Berqurbanlah.” Maka dia menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk diqurbankan.” Maka mereka mengatakan berqurbanlah walau dengan seekor lalat.” Maka diapun berqurban dengan seekor lalat, sehingga merekapun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah dia masuk neraka. Dan merekapun mengatakan kepada seorang lainnya “Berqurbanlah.” Dia menjawab, Tidak pantas bagiku berqurban untuk sesuastu selain Allah azza wa jalla.” Maka merekapun memenggal lehernya, dan karena itulah dia masuk surga.” (HR. Ahmad Ibnu Abi Syaibah, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah dari jalur Thariq bin Syihab).
Alangkah indahnya seorang muslim menjadikan motto dalam hidupnya,

إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya sholatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Robb semesta alam”.(QS Al An ‘am: 162).

Sedangkan makna nusuk adalah sembelihan atau qurban, yaitau melakukan takorrub (pendekatan diri) dengan cara menyembelih hewan sesuai dengan ketentuan syari’at. Wallahu a’lam.

Tuesday 22 September 2015

WASPADALAH PENYAKIT HATI

“Ingatlah! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan apabila segumpal daging itu buruk, maka buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah! Itulah hati.” (HR. Bukhori).

    Sesungguhnya tugas hati itu tidak hanya sekedar memikirkan urusan duniawi, namun tugas hati yang lebih utama adalah membimbing jiwa dan raga menempuh perjalanan menuju Allah dan kampong akhirat.

    Jalan yang lurus dan benar telah ditunjukkan melalui wahyu, Nabi dan Rasul serta para ulama. Ujian jiwa dan amalpun telah dibentangkan. Penghambat  jalan yang ditempuh harus disingkirkan dengan kekuatan niat dan tekad sehingga tidak lagi dapat tergoda oleh hawa nafsu setan.  Allah SWT telah mengingatkan dalam firmannya:

يَاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى اْلاَرْضِ حَلَلاً طَيِبًا وَّلاَ تَتَبِعُوْا خُطُوَ تِ الشَّيْطَنِ , اِنَّهُ لَكُمْ عَدُوُمُّبِيْنٌ
    “Janganlah kamu  mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS Albaqarah :168).

    Jangan sampai cahaya hati kian padam sehingga jalan menuju Allah (kebenaran) memjadi gelap dan tersesat. Karena apabila demikian, seorang hamba tak mungkin  menemukan Tuhannya. Padahal kenikmatan yang paling lezat dan kesenangan yang sempurna adalah manakala berjumpa dengan Allah Azza wa jalla.

    Ibnu Qayyim mengatakan : “Tiada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan melainkan sengan mengetahui Allah dan mencintaiNya , senang berdekatan denganNya . inilah surga dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatan yang hakiki adalah kenikmatan di akhirat dan surga”.

    Dengan demikian dia mempunyai dua surga, yakni surga dunia dan surga akhirat. Surga yang kedua ini tidak dimasuki sebelum dia memasuki surga yang pertama di dunia.

    Agar bisa lancar melakukan perjalanan menuju Allah, maka syarat utama hendaklah mampu menghindari dan mengantisipasi berbagai penyakit hati yang dalam kasat mata seakan-akan bukan penyakit hati .

    Adapun penyakit-penyaki hati yang harus dihindari antara lain:

-Pertama, terlalu banyak bercanda sesame teman.
    Pergaulan dengan sesame teman itu dapat mempengaruhi seseorang menjdi lebih baik atau justru menjadi lebih buruk, sering kali terjaji bergaul ditengah masyasrakat menyebabkan hati lebih keras, timbul perselisihan, mendorong adanya iri hati dan sebagainya. Lalu terjadilah persilisihan dan perpecahan juga beban berat yang ditanggungnya.

    Oleh sebab itu memilih teman dalam hidup bermasyarakat itu sangat penting. Salah memilih bisa saja sesseorang menjadi tersesat karena terbawa arus keburukan teman sepergaulan.  Pilihlah teman yang baik berakhlak mulia. Janganlah memilih teman yang bersifat munafiq, karena teman yang seperti itu justru akan menimbulkan penyesaslan dikemudian hari. Dan lebih celaka lagi adalah jika hal itu terjadi setelah di akhirat, segabaimna firman Allah SWT berikut:

اَ ْلآَ خِلآًءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ اَلَّمُتَّقٍيْنٍ
“Teman teman akrab pada hari itu, sebagiannya menjadi musuh bgi sebagian yang lain, kecuali orang orang yang bertaqwa .” (QS Az Zukhruf: 67).

-Kedua, Panjang angan-angan.
Orang macam ini, mengira  bahwa hidup di dunia ini begitu lama. Umur begitu panjang  dan kematian masih sangat jauh. Mereka tidak sadar bahwa pikiran seperti ini justru termasuk golongan orang-orang yang bangkrut dalam hidupnya. Ibarat ia berlayar di lautan harapan, yang seolah-olah tidak pernah mencapai pantai tujuan. Lautan dianggapnya tak bertepi. Padahal segala sesuatu itu pasti akan berakhir. Namun bagi orang yang istiqomah, maka angan-angannya berkisar pada ilmu dan iman serta amal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Allah berfirman:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ 26 وَّيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَئلِ وَاْلاِكْرَامِ 27
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhannu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS.Ar Rahman :26-27).

Ketiga, menggantungkan nasib kepada selain Allah.
Ada orang berpendapat bahwa penyakit hati ini termasuk kekufuran yang tersembunyi (samar). Mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebiasaan ini justru termasuk penyakit hati yang sangat berbahaya. Karena apabila mereka tidak segera sadar akan kesalahannya, lalu mohon ampun kepada Allah SWT, serta bertaubat (tidak mengulangi kesalahan yang sama), niscaya ia akan mendapat kehinaan disisiNya, sebagaimana difirmankan dalam Al Quran Surat Al Isra’ ayat 22 berikut ini:

لاَتَجْعَلْ مَعَ اللهِ اِلَئهًاأَخَرَفَتَقْعُدَمَذْمُوْمًامَّخْذُوْلاً
“Janganlah kamu adakan sesembahan yang lain disamping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).” (QS. Al Isra’ 22)

-Keempat, hidup hanya untuk makan dan minum.
Orang seperti ini yang dipikirkan hanyalah menuruti nafsunya sendiri, lebih mementingkan perutnya. Ia memanjakan diri dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang lazat-lezat, bahkan dengan kecenderungan yang berlebih-lebihan tanpa memikirkan akibatnya. Padahal Allah telah mengingatkan dalam firmanNya:

...وَّكُلُوْاوَاشْرَبُوْاوَلاَ تُسْرِفُوْا اِبَّهُ لاَ تُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al A’raf :31)

    “Janganlah kamu makan dan minum yang berlebih-lebihan, karena yang demikian dapat merusak kesehatan tubuh, menimbulkan penyakit, memberi kemalasan ketika ketika akan bersholat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang karena yang demikian akan membawa kebaikan pada tubuh, dan menjauhkan dari sikap berlebih-lebihan.” (HR. Bukhori)

-Kelima, banyak tidur.
    Mengapa? Karena banyak tidur adalah perbuatan yang sia-sia. Tidur yang berlebihan menyebabkan malas dan lalai dalam melakukan kebaikan, terutama beribadah kepadaNya. Oleh karena itu orang yang hari-harinya lebih banyak tidur , hatinya akan menjadi mati dan otaknya sulit diajak berfikir. Untuk itu tidurlah sekedar kebutuhan menghilangkan lelah. Tubuh memang butuh istirahat, maka harus diistirahatkan dengan cara yang benar dn sehat. Tidur yang bermanfaat adalah tidur yang memang diperlukan oleh tubuh. Tidur pada awal malam lebih baik dan lebih bermanfaat. Orang-orang yang bertaqwa sedikit sekali tidur diwaktu malam. Sebagian waktu malam digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang banyak tidur, tidak termasuk golongan orang-orang bertaqwa. Perhatikan firman Allah yang artinya :
”Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (syurga) dan di mataair mataair, sambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum  itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (QS Adz Dzariyat 15-18).

Wallahu ta’ala a’lam

Disadur dari lembar jumat At Taqwa.












MUTIARA SANG WAKTU

“Demi masa. Sesungguhnya semua manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan saling menasehati supaya menaati nkebenaran dan supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al Ashr: 1-3)

   
    Imam Syafi’I rahimahumullah mengatakan “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah kepada makhluqNya, kecuali hanya surat Al Ashr, niscaya sudah mencukupi bagi mereka.” Syaikh Atsaimin rahimahumuillah menjelaskan , “Maksud perkataan Imam Syafi’I  bahwa surat ini telah cukup bagi manusia, karena berisi dorongan agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah , dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud memberikan penjelasan khusus bahwa manusia cukup dengan surat ini tanpa syari’at lain.

    Seorang yang berfikir apabila mendengar atau membaca surat ini , maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan e,pat sifat yang disebutkan dalam surat ini, yaiut beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam menaati kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati untuk bersabar.  (Lihat Syarah Al Ushul Ast Tsalatshah, Syeikh Utsaimin hal 22)

    Imam Ath Thabrani rahimahumullah menyebutkan dalam kitabnya  Mu’jam Al Ausath, dari Ubaidillah bin Hisn, ia berkata, “Dulu para shahabat Rasulullah saw jika bertemu, tidaklah mereka berpisah kecuali salah satu dari mereka membacakan surat Al Ashr kepada yang lain (karena kandungannya yang sangat penting), kemudian mengucapkan salam”. (Sanadnya shahih, lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/685).

Beberapa Peringatan yang Penting
    Diawal surat ini, Allah ta’ala bersumpah dengan masa/waktu . Didalam ilmu Ushul Tafsir, lafadz sumpah dalam AlQuran bermakna agungnya sesuatu yang digunakan untuk bersumpah dan pentingnya sesuatu yang menjadi sebab sumpah. (lihat Ushul Tafsir, Syaikh Utsaimin hal 56).

    Dari penjelasan tersebut menunukkan pentingnya waktu. Waktu atau umur adalah tempat seorang hamba beribadah kepada Allah. Sehingga mulianya seorang hamba disisi Allah, tergantung sejauh mana ia menjaga dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Hendaknya kita mengingat sabda nabi saw , “Tidaklah bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai ia ditanya tentang lima perkara :  umurnya untuk apa ia gunakan , masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan  dan untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu yang telah ia ketahui.” (HR . At Tirmidzi no.2416 disshahihkan oleh Syaikh Al Albani).

    Kemudian di ayat kedua, Allah menjelaskan behwa semua manusia berada dalam kerugian. Bisa jadi kerugian yang didapatkan bersifat mutlak, yaiut merugi di dunia dan di akhirat. Dan kehilangan kenikmatan serta diancam dengan balasan neraka. Dan bisa juga kerugian yang dirasaskan tidak mutlak, hanya dalam sebagian sisi saja. Semuanya akan merugi dan celaka kecuali seorang yang bersifat dengan empat sifat yang disebutkan pada ayat selanjutnya. (Lihat Tafsir Karimir Rohmaan, Syaikh Abdurrahman As Sa’di hal 893).

Beriman yang Dilandasi dengan Ilmu
    Sifat yang pertama adalah iman. Keimanan disini mencakup semua yang dapat mendekatkan diri kepada Allah berupa keyakinan yang benar dan ilmu yang bermanfaat. (Syaikh al Ushul Ats Tsalatsah hal 19).

    Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “..Hendaknya kalian beriman kepada Allah, para malaikatNya, para RasulNya dan hari Kiamat, dan kalian beriman kepada Taqdir yang baik maupun yang buruk..”. (HR muslim).
    Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan, “Iman tidak akan bisa diperoleh, kecuali dengan ilmu, (yaitu ilmu agama)”. (Tafsir Karimir Rahman hal.893).

Beramal Shalih
    Amal shalih mencakup semua perbuatan baik yang tampak maupun yang tersembunya, yang terkait dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunah .(Tafsir Karimir Rohmaan hal 893).

    Syarat  amalan dikatakan shalih yaitu apabila amal tersebut dikerjakan ikhlas karena Allah dan dikerjakan dengan mengikuti petunjuk rosulullah shalallahu alaihi wasalam.

    Dengan iman dan amal sholih, maka seorang hamba akan mendaptkan sebagaimana yang Allah ta’ala firmankan, “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl 97).

Saling Menasehati dalam Kebenaran
    Seorang muslim tidak boleh mencukupkan diri dengan memperbaiki diri sendiri, tanpa menginginkan kebaikan untuk orang lain. Rasulullah saw bersabda  “Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperolah sesuatu yang juga ia senangi.” (HR. Bukhori)

    Hendaknya seorang muslim saling menasehati kepada saudaranya muslim yang lain, untuk selalu menetapi syariat Allah dan untuk mentaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Tentunya dengan nasehat yang baik sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Bersabar di Jalan Allah
    Sifat yang terakhir adalah berssabar atas gangguan yang didaspatkan ketika mengajak orang lain kepada kebenaran. Allah ta’ala berfirman, “Wahai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang  demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah” (QS. Luqman 17)

    Maka dengan dua sifat yang pertama (iman/ilmu dan amal), seorang hamba telah memperbaiki dirinya sendiri. Adapun dengan dua sifat yang terakhir (dakwah dan sabar), seorang hamba dapat memperbaiki orang lain. Dan dengan memiliki keempat sifat tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar (Tafsir Karimir Rohmaan hal 893).
Wallahu a’lam bisaahawab.

Disadur dari le,bar jumat At Taqwa Oleh : Ferdiansyah A.


Followers

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More